Sore ini, hujan kembali
turun. Tetesan air yang terbawa angin membasuhi wajahku berkali – kali seolah –
olah membohongi mataku yang tak lagi tahan ingin menangis sejadi – jadinya.
Kata orang, hujan adalah waktu yang
paling mustajab untuk berdoa. Tida bosan dan lelah aku terus mengulang –
ngulang apa yang aku pinta sembari pasrah dan ikhlas. Satu yang aku yakini,
Allah memberikan yang terbaik untuk hambaNya.
Suara petir diatas langit
menambah rasa cemasku untuk menantikan hari esok. Besok adalah hari terakhir
pengurusuan data ( tambahan
) dari
siswa undangan yang terpilih ke Universitas Indonesia. Tiga minggu yang lalu
sejak penguman di sampaikan, tinggal aku yang belum menyerahkan.
Sejak tahu aku lulus di
UI Orang tuaku merasa bahagia yang mungkin tak bisa aku jelaskan. Rasa bangga tampak jelas dari raut wajah
kedua orang tuaku yang sudah tidak muda lagi. Ayah dan ibuku seorang petani,
aku memiliki dua adik perempuan yang masih duduk dibangku SMP. Atika kelas 1
dan Rahmi kelas 3. Bagi kedua orang tuaku pendidikan adalah segalanya, segala
keperluan untuk mendukung
pendidikan kami selalu Ayah penuhi selagi beliau mampu apalagi menyangkut
tentang buku. Ayah rela untuk menyampingkan sesuatu yang Ia inginkan demi membeli sebuah buku untuk kami. Bagi beliau,
anak – anaknya harus pinter, harus sekolah diperguruan tinggi, biar dapat
kerja yang bagus dan bisa bermanfaat untuk orang lain. Cita – cita Ayah yang ingin aku masuk di
perguruan tinggi menjadi
motivasiku sejak dulu.
Senja berganti malam.
Mataku sudah tidak bisa terpejam pandanganku jauh keatas atap langit – langit
rumah sambil memikirkan rangkaian kata yang akan kusampaikan esok ke wali
kelas. Suara jangkrik dan kodok selepas hujan memecahkan keheningan malam yang
semakin larut serta dingin. Jam sudah menunjukkan pukul 1 tapi mata ini masih
tak mau diajak kompromi untuk tidur. Sambil membaca Ayat kursi yang sudah
beberapa kalinya aku baca, aku tertidur sampai terdengar suara lonceng jam
dirumah. Dengan setengah sadar aku mulai menghitung untuk memastikan pukul
berapa sekarang?. Teng... teng.. teng... teng... kemudian berhenti.
“ udah jam4 bentar lagi subuh... “aku berbicara dihati
Aku langsung bergegas
mengambil wudhu untuk sholat Tahajud. Dan lagi, disepertiga malam ini aku berdoa
dan berpasrah diri. Air mataku
jatuh membasahi mukenahku, meminta yang terbaik menurutNya
bukan menurutku. Jika jalanku bukan di UI ini aku minta kekuatan kesabaran dan
keikhlasan. Aku percaya, Allah maha tau yang terbaik untuk hambaNya.
Selesai sholat subuh
aku mengaji dua halaman sebelum siap – siap untuk berangkat kesekolah. Seperti
biasa ibu sudah mulai sibuk didapur mempersiapkan sarapan pagi sebelum kami
beraktivitas.
“Ana”,
Ayah memanggil aku.
“Maafin
ayah ya... ayah gak bisa bantu ana. Nanti ngomong ke ibuk wali kelasnya
bagaimana?” Nampak linangan air mata Ayah yang
masih berusaha untuk tegar.
“Gak
papa yah... Insya Allah mudah – mudahan ibu itu bisa menerima alasan ana... “
Aku tahan sedih ku agar
tidak menangis didepan Ayah. Aku tahiu jika Ayah melihatku menangis Ayah pasti
sedih dan merasa bersalah. Kusiapkan keperluan bekal ku dan keperluan sekolah
lainnya, cepat – cepat aku
berpamitan
untuk berangkat kesekolah.
Aku berjalan dari gerbang sekolah menuju lantai tiga.
Di SMA N 1 Bukittinggi kelas 3 di lantai paling atas. Terbagi dua bagian deretan depan
kelas IPA dan belakang IPS.
“Ana…..” dari jauh terdengar suara perempuan yang teriakan
memecah hening lorong lantai tiga yang masih sangat pagi.
Safa menuju kearah ku
“Ana dipanggil ibu sukma,
disuruh keruangan BK. “
“Oh, iya, makasih fa…” jawabku
Aku tidak menyangka kalau ibu sukma datang pagi
sekali. Aku sengaja pergi cepat karena ingin menghindar dari beliau. Tapi cepat
atau lambat pasti bakal dipanggil juga.
Satu – demi satu aku melewati anak tangga. Suara
sepatuku terdengar sampai ke lantai dua. Aku melambatkan gerak jalanku sambil
mengumpulkan nyali dan kata – kata saat bertemu dengan wali kelasku nanti.
Aku terdiam di depan pintu ruangan BK, ku mulai dengan
Bismillah dan ku beranikan diri untuk mengetuk pintu.
Tok.. tok.. tok..
“Masuk”, kata ibu sukma.
Tangan dan kaki ku mulai dingin. Detak jantungpun
mulai tidak seirama lagi. Kali ini aku pasrah sama Allah.
“Duduk an…” Iibu sukma mempersilahkan aku duduk.
“Makasih bu…”
“Bagaimana an, data kita
hari ini terakhir harus segera dikirim. Pihak kampus akan mengolah data siswa
undangan minggu depan. Tinggal ana yang belum kelengkapan data pendukungnya.”
Dengan wajah tertunduk, suara yang bergetar aku
mencoba mencoba menjawab.
“Ibu… sebelumnya ana mohon
maaf. Sepertinya ana mengundurkan diri dari siswa undangan ini bu. “
Kenapa? Ibu sukma langsung memotong perkataanku sambil
penasaran
“Iya bu, itu yang saya
fikirkan dari semalam. Sebelum pengajuan siswa undangan ini saya pelajari semuanya
tentang siswa undangan ini termasuk denda yang akan diterima untuk sekolah jika
kita lulus terus mengundurkan diri. Saya tahu dampaknya ini untuk adik kelas
dibawah saya, dua tahun kedepan pihak UI tidak membuka siswa undangan kesekolah
kita.
Jujur bu, Ayah saya sangat
bergembira dengan siswa undangan yang saya dapatkan. Sejak berita itu keluar
Ayah mulai mengumpulkan uang untuk biaya transport dan lainnya saat tiba
disana. Tapi, 10 hari yang lalu adik saya dioperasi bu. Ada infeksi di usus
besarnya. Uang tabungan Ayah dan Uang yang rencana untuk biaya keberangkatan
saya terpakai untuk biaya operasi bu. 2 hari yang lalu baru pulang dari rumah
sakit. Uang tabungan saya yang saya kumpulkan dari mengajar less private pun
saya serahkan ke Ayah karena kekurangan dana”.
Sedikit banyaknya ibu sukma tahu bagaimana latar
belakangku. Beliau tahu jika aku mengajar private Bahasa Inggris setiap sabtu
dan minggu, dari pagi hingga sore. Hari biasa setelah Ba’da Ashar aku mengajar
ngaji khusus Iqra’ sampai Magrib. Selain karena memang kesenanganku mengajar
membantu Ayah dalam segi ekonomi adalah salah satunya. Biaya kesekolah dan
keperluan sekolah Alhamdulillah sudah bias aku tanggung sendiri.
“Ayah malu bu, kalo minjam
kekeluarga karena kehidapan mereka tidak jauh beda dengan keluarga saya. Jujur,
saya sebenarnya sedih bu, memakai almamater kuning ( UI ) impian saya sejak di
Parabek ( pesantren ) dulu. Salah satu alasan saya tidak lanjut diparabek
karena saya ingin sekolah umum dan bisa lanjut ke UI. Harapan saya terbuka luas
jalan untuk menuju kesana mengingat soal yang diujiankan tidak jauh dari
pelajaran sekolah umum.”
Dengan wajah tertunduk air mata saya terus mengalir... mau tidak mau saya harus berterus terang apa adanya ke ibu sukma agar tidak
salah paham.
Ini yang membuat ibu salut dengan kamu. Kamu itu
pinter, berprestasi dan sangat mandiri. Salah satu ibu mensuport kamu ikut
siswa undangan ini karena kamu layak masuk disalah satu perguruan tinggi
terbaik di Indonesia. Sekarang, kamu pulang kerumah minta ijin keorang tua dan
bawa semua berkas yang ada dirumah kesekolah secepatnya. Ibu tunggu sampai
dzuhur nanti ya… soal biaya transportasi dan biaya kos ibu mau kasih untuk 2
bulan saat kamu sampai di Depok.
“Tapi bu… saya malu menerimanya.
Udah… ibu ikhlas. Kamu
pantes masuk diperguruan yang kamu inginkan. Kamu layak! Ibu yakin kamupun
disana bisa kuliah sambil kerja kan?
Iya bu… memang itu rencana
saya. Kuliah sambil kerja untuk bisa meringankan Ayah.
Udah ayok cepat ya… bawa berkasnya
kesekolah. Ibu tunggu…!”
Aku langsung sujud syukur, dan langsung mencium tangan
ibu sukma. Badanku yang dipeluknya erat dan hangat sama seperti pelukan ibu
dirumah.
“Terima kasih banyak ya bu..
saya tidak tahu bagaiman membalas jasa ibu. Hanya Allah yang bisa membalas
semuanya..sambil menangis
ibu sukma pun masih memeluk erat “
“Iya.. ibu doakan kamu
menjadi orang hebat, orang yang bermanfaat untuk orang lain dan tetap rendah
hati.. “
“Iya bu Insya Allah.. “ ujarku
Sambil berlari kegerbang sekolah aku menuju mobil
merci 01 Tilatang Kamang untuk segera pulang. Diatas angkot tak henti aku
mengucapkan syukur pada Allah… aku ingin menangis sejadi – jadinya atas nikmat
yang Dia berikan. Sambil terbayang wajah Ayah dan Ibu aku ingat perkataan dari
salah seorang Ustadzah dipesantren dulu jangan
pernah takut
untuk bermimpi dan jangan putus asa
dalam berdoa, Allah pasti melihat usaha kita. Semua berawal
dari mimpi….
Tak sabar rasanya aku ingin cepat sampai kerumah.
Ingin cepat bertemu Ayah dan Ibu … mungkin ini awal kehidupan baru aku yang
akan segera dimulai.
Ceritanya bagus
ReplyDeleteCeritanya bagus ..
ReplyDeleteTapi masih agak banyak typo nya kak :D
Subhanallah....... Jadi terharu ketika membacanya, ikut merasakan beratnya menentukan sebuah pilihan
ReplyDeletecerita yang bagus dalam merajut mimpi
ReplyDeleteketika mimpi akan menjadi kenyataan
dalam usaha dibarengi dengan doa
suatu kesenangan bila mimpi kita akan menjadi nyata
Katanya dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan. Doa itu sebagai kunci.. btw.. ceritanya bagus deh :)
ReplyDeleteBtw ini cerpen apa kisah nyata Ira? Terharu saya dibuatnya. Mirip dengan apa yang terjadi pada saya 20 tahun lalu saat akan menjadi siswa undangan ke IPB.
ReplyDeleteTersentuh, cerita yang indah dalam merajut mimpi. Keren kak
ReplyDeletesaya pernah juga kak mimpi ayah, sedih kak..Tapi berbeda dengan kakak
ReplyDeleteCeritanya bagus, ga ada yang sia-sia jika Kita terus berusaha dan berdoa ^-^.
ReplyDeletejadi ingat 16tahun lalu dsaat mo lanjutin kuliah tapi ortu ga bisa krna ekonomi, tapi alhamdulillah klo emg niatny tulus insya Allah impian bisa diwujudkan, meski harus tertunda bbrpa tahun. mindset is doa
ReplyDeleteWah tersentuh sejali membacanya.. the power of pray
ReplyDeleteAku nangis bacanya kak.
ReplyDeleteSedih.
Nyesek.
Ikutan merasanya klo berada di posisi ana.
Beruntung ada solusi.
Selalu ada kemudahan dibalik kesulitan ya :)
Hidup berawal dari Mimpi.
ReplyDeleteDan Doa adalah kekuatan yang merubah Mimpi menjadi kenyataan.
ehm...
eh kok jadi sok bijak gini yaa... hehehhe
dah dah... jangan lupa mampir di www.melancongcoy.com