Anak - Anak Surau Kaciak |
Sore
itu, ketika saya memasuki rumah panggung yang terbuat dari kayu, mata saya
langsung tertuju pada sesosok Bapak yang
mungkin usia beliau sudah lewat dari ¾ abad. Dengan penuh kesabaran dan
ketelatenan huruf hijaiyah diulang sampai beberapa kali sambil diikuti oleh
anak – anak tersebut. Dengan wajah yang penuh hangat dan ucapan salam Bapak
mempersilahkan saya dan umi untuk duduk. Ini kedatangan saya ke dua kalinya ke
tempat ini. Saya duduk tepat dibawah
jendela yang sedang terbuka pintunya. Sesekali angin bertiup masuk kedalam yang
membuat mata saya menjadi ngantuk. Saya alihkan rasa kantuk saya dengan melihat –
lihat judul – judul buku yang tersusun rapih diatas meja.
“Pasti penghuni rumah ini hobi baca,”
tebakan saya didalam hati.
Surau Kaciak,
papan nama yang terpampang ketika kita akan sampai ketempat ini. “Surau’ bukan
sesuatu istilah yang asing bagi saya. Saya yang berketurunan minang istilah
surau sering saya dengar dalam kehidupan sehari – hari. Berbicara tentang
minangkabau tidak terlepas dari Budaya, Adat – istiadat dan Agamanya. Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi
Kitabullah salah satu falsafah yang dikenal dari masyarakat Minangkabau.
Senyum tulus dari Anak - anak Surau Kaciak |
“Surau” salah satu bagian terunik dari
minangkabau pada dasarnya memiliki fungsi yang sama dengan mesjid, yaitu tempat
untuk melaksanakan ibadah bagi penganut Agama Islam. Bedanya, ukuruan surau
lebih kecil dari pada Mesjid.
Istilah
Surau menurut Wisran Hadi, diambil dari kata Sarawasa / Swarwa yang berarti
segala, semua, macam – macam. Maksudnya, Tempat melakukan segalanya dalam hal
Pendidikan, Pengetahuan dan Pengembangan diri.
Zaman dahulu, seorang anak Laki – laki yang sudah akil baligh tidak lagi tidur
dirumahnya, Ketika sudah beranjak dewasa mereka harus tidur
disurau. Disuraulah mereka mendapatkan Ilmu Agama, Petatah – Petitih adat
minangkabau, Bela diri dan tempat untuk dipersiapkannya belajar memegang amanah
dan tanggung jawab.
“Suffah”
( Pada Zaman Rasullullah SAW ) yang juga
di adopsi oleh Surau di Ranah Minang pada zaman dahulu, Dr Sauqi Abu Khalil
dalam Athlas Al-Hadith Al-Nabawi menjelaskan Ash- shuffah sebagai teras yang
luas dan tinggi. Menurut Beliau,As-shuffah adalah tempat berteduh dimesjid
Nabawi di madinah selama masa kenabian setelah hijrah. Gelombang kedatangan
kaum muslimin dari mekkah – ke madinah dalam masa hijrah tersebut, ternyata
memunculkan masalah. Kaum muhajirin yang tidak bisa langsung mendapatkan
pekerjaan dan tidak memiliki modal menjadi latar belakang terjadinya ketimpangan
dalam segi ekonomi. Disebut preman, budak, dan tergolong orang – orang miskin
yang terbelakang menjadikan mereka rendah di kehidupan social. Para penghuni
Suffah ini kemudian disebut Ahlussuffah. Mereka hidup bersama Rasullullah,
diperbedayakan ekonominya, ditinggikan derajatnya dengan ilmu yang mereka dapat
langsung dari Rasullullah. Mereka ibarat perpustakaan terbesar pada saat itu,
yang ilmunya terus bertambah seiring waktu dan di praktekkan langsung didunia
nyata kehidupan sehari – hari.
Dengan
mengambil konsep Suffah, Surau Kaciak yang diresmikan pada tanggal 1 Maret 2013
menjadikan “Rumah Sementara” bagi anak – anak di daerah Sungai Angek, Baso.
“Karena saya penikmat Senyum” kak ira, apalagi
terpancar dari bola – bola mata anak – anak yang melihat mereka tumbuh menjadi
lebih baik dari hari ke hari adalah kepuasan yang susah saya jelaskan…” Ujar
Aan, selaku Ketua Surau Kaciak.
Memasuki
fase transisi dari anak – anak ke dewasa, berbagai permasalahan yang ada baik
di sekolah maupun di keluarga dan permasalahan di lingkungan sekitar tempat
tinggalnya membuat beliau tergerak hatinya untuk “Melakukan Sesuatu”
dikampungnya. Pemuda yang merelakan gelar kesarjanaanya ini, fokus
membangun Surau Kaciak bersama Da Bet, Da Nanda dan teman relawan lainnya yang
masih bertahan di Zaman Era Digital pada saat ini. Surau Kaciak, sebagai “Rumah
Sementara” selalu didatangi anak – anak sekitar setiap harinya untuk menuntut
ilmu, baik Ilmu Agama dan Umum, Bahasa Inggris serta pembentukan Kepribadian.
Tidak
sekedar Ilmu Agama dan Umum saja yang bisa didapat, di Surau Kaciak juga banyak
anak – anak binaan Olah Raga Panjat Tebing. Dengan dilatih oleh Aan langsung,
anak – anak binaan beliau tidak sedikit yang berhasil mengharumkan Bendera
Harimau (Agam) di SUMBAR sendiri bahkan di Nasional. Alya Atlit Putri Peraih
Medali Emas Porprov Sumbar 2014, Sendi Juara 2 Panjat Tebing Regional Sumatera
tahun 2014 di Tanjung Balai Karimun padahal perlombaan ini pertama kali yang ia
ikuti, Irsyad Juara 2 Open Nasional di UNP Tahun 2016, Razi Peringkat 4
Kejurnas KU Di Sawahlunto Tahun 2017. Sebagian Anak – Anak dari Surau Kaciak
yang membuat orang tua mereka menitikkan air mata akan prestasi yang
membanggakan. Masih banyak lagi kejuaraan – kejuaraan yang diikuti baik
ditingkat Provinsi maupun Nasional. Empat Tahun terakhir menjadi prestasi
tertinggi bagi Adik – Adik kita di Surau Kaciak.
Adik - adik disurau kaciak Latihan Panjat Tebing |
Dengan lihainya gadis cantik ini latihan |
Melihat
Kondisi pada sekarang ini, surau tidak lagi berperan penting dalam pembentukan
pribadi Anak – Anak di Minangkabau. Mengembalikan Fungsi Surau seperti dahulu,
hampir mustahil rasanya karena pengaruh Zaman. “ Kembali Ke Surau “ menjadi harapan bagi kita semua untuk bisa
berperan seperti dahulu. Semoga Surau
Kaciak lainnya akan tumbuh di Ranah Minang kita ini.
Alhamdulillah masih ada yg mau menggalakan kembali ke Surau ya Irra. Di Pekanbaru saya terbiasa menyebut Surau krn banyak oramg Minangnya.
ReplyDeleteSemoga prestasi adik-adik di Surau Kaciak semakin cetar membahaba. Aamin YRA
Aamin ya Allah.. iya kak
Delete