Melewati Hutan menuju Bukit Karang |
Umi…. panggilan salah satu anak sambil
berdiri celengak celenguk resah
Iya, ada apa ? jawab umi
Kok angkotnmya lama kali ya mi
datengnya…
Udah umi telpon kok, kata bapak nya udah dekat
jangkak
Dari
jauh klakson mobil sudah terdengar, terlihat mobil IKB berwarna biru mencari Pondok
kami. Semangat wajah anak
– anak terlihat kembali yang
bosan menunggu angkot yang belum datang.
Pak..
pak.. pak… disini pak! Serentak teriak anak – anak
Dengan
rem mendadak sibapak langsung berhenti,
kami pun bergegas masuk ke mobil. Dengan penuh kegembiraan dan
rasa penasaran terpancar dari wajah mereka.
Kami
pun tiba di Nagari Baso, Sungai
Angek. Sampai disana Ketua Markas Surau Kaciak menyambut kedatangan kami
dengan penuh hangat dan ramah.
Udara
yang masih asri, deretan bukit yang menjulang tinggi dari kejauhan dan hamparan
sawah yang terbentang luas membuat saya jatuh hati pada kampung ini.
Rumah
Panggung yag sepertinya sudah mulai tua, menjadi
perhatian saya dan anak – anak. Jarang – jarang bisa bertemu
dengan rumah berciri khas minang yang masih terawat sampai
sekarang. Surau Kaciak, rumah
yang menjadi tempat bagi anak – anak disekitar kampung Sungai Angek untuk menuntut
ilmu, baik Agama maupun Pengetahuan Umum.
Bergegas
meninggalkan Surau Kaciak saya dan rombongan segera melakukan perjalannan
selanjutnya. Berkumpul disebuah SD, menunggu
rombongan lain yang belum datang sambil menyantap
gorengan yang kami bawa tadi dari pondok.
Dengan
penuh semangat awal pertualangan kami berjalan melewati hutan di
belakang gedung SD. Dengan didampingi pemandu didepan, saya dan para rombongan berjalan mendaki menyusuri jalan setapak. Baru
berjalan saya pun mulai terpeleset, tanah yang basah
karena habis hujan kemarin.
Pohon
– pohon berumur tua seolah
olah memyambut kedatangan kami, suara jangkrik mulai terdengar menjadi nyanyian
semangat untuk kami. Saya baru merasa manfaatnya jalan pagi setiap hari, setidaknya ketika ada perjalanan seperti sayapun tidak terlalu kaget. Mungkin ini menjadi alasan umi
mengapa selalu membawa anak – anak jalan pagi setiap
sabtu atau minggu, melatih pribadi anak – anak agar kuat.
Pohon
karet, jamur, anggrek hutan menjadi daya tarik saya melewati setapak demi
setapak menyusuri hutan Bukit Karang.
Keindahan Pohon yang menjulang tinggi membuat saya takjub |
Masih jauh gak kak…? Tanya anak – anak
Masih jauh… kata si kakak pemandu
Raut
wajah letih dan nada – nada nafas yang tidak seirama lagi
mulai terlihat dari rombongan. Ingin cepat rasanya untuk tiba diatas puncak. Walaupun
lelah dan tenaga yang mulai terkuras anak – anak masih tetap terlihat senang, Sesekali
mereka memanggil saya
Adinda…. Adinda,,,,,
Semangat adinda….!
Ya, begitulah anak – anak di Pondok Qura’n memanggil saya. Teriakan mereka seolah
– olah menjadi obat semangat yang
paling mujarab untuk saya. Pelan tapi pasti, kami pun sudah mulai tiba di
setengah perjalanan. Kak lili dan habibah menjadi temen setia saya dalam perjalanan ini. Disaat mulai kesusahan untuk
mendaki mereka selalu ada membantu saya, saat saya terjatuh mereka slalu setia
untuk membangunkan saya kembali. Cucuran keringat yang mulai membasahi baju dan wajah yang mulai kelihatan lelah
tidak menyurutkan niat kami untuk sampai diatas.
Setengah dari Perjalanan menuju Bukit Karang |
Kurang
lebih dua jam puas berjalan pagi, akhirnya tanda – tanda sampai ditujuan sudah
mulai kelihatan. Wajah kami sontak berubah menjadi bahagia.
Finally… akhirnya nyampe juga....aa... ( saya pun
berkata dihati )
Warna hitam, coklat dan biru dari hammock tergantung diantara pohon yang satu dengan pohon lainnya seakan – akan
siap tmenyambut kedatangan kami, Aroma margarine dan roti tercium terbawa angin membuat perut
berbunyi nyaring seakan memberi sinyal kuat
harus diisi.
Tempat Beristirahat bagi para Trekking |
Yeee sampe!
Udah sampe kak, ayok duduk dulu minum
teh terus cobain roti bakarnya kak...
Suara perempuan yang masih sangat muda dari tim pemandu terdengar dari kejauhan. Para rombongan pun dengan sigap
langsung mengambil posisi tempat terbaiknya sambil meluruskan kaki yang
terasa masih kelelahan. Sambil menikmati teh hangat dan sepotong roti bakar, mata
kamipun tidak hentinya melihat keindahan alam sekitar. Allahuakbar…. Tiada
henti kami mengucapkan syukur atas keindahan ciptaan Allah.
Da Nanda sibuk membuat roti bakar untuk para trekking |
Ada yang mau kepuncak nya gak? Tanggung
sdikit lagi loh
Sekitar 700 m lagi dari sini
Diatas pemandangannya lebih bagus lagi
lo…
Terdengar
suara Da bet ( tim pemandu ) mengalihkan pandangan kami kepada beliau.
Mau …. Mau… jawab anak - anak dengan penuh semangat.
Tanpa
berpikir panjang sebagian dari rombongan ada yang langsung berdiri bersiap
untuk mulai berjalan lagi, tetapi ada juga untuk setia tetap duduk sambil
menikmati makanan yang telah disediakan.
Perjalanan
menuju puncak ternyata lebih menantang dari yang tadi. Berjalan mendaki setapak
demi setapak mulai kami lewati. Kiri kanan masih disuguhi pemandangan pepohonan
yang sekali – kali terlihat pemandangan yang sangat indah dari balik – balik
ranting pepohonan.
Astagfirullah… ( ucap saya dalam hati )
Kita harus naik tebing ini dek? Iya kak…
Sambil mengela nafas panjang saya pun
mulai ragu dengan diri saya.
Takut....
Ayok kak… Insya Allah bisa kak ! (
habibah yang selalu setia nyemangatin saya )
Dengan
bantuan tali, kami pun mulai menaiki tebing secara bergantian. Yakin dan fokus
menjadi modal saya untuk menaiki tebing.
ya Allah... seumur hidup baru kali ini rasanya manjat tebing, walaupun pake bantuan tali... kaki berasa gemetar gak karuan
Medan yang semakin lama semakin menanjak, akhirnya kami pun tiba dipuncak yang pertama. Rasa capek, panas, lelah hilang semuanya ketika melihat pemandangan yang sangat indah.
ya Allah... seumur hidup baru kali ini rasanya manjat tebing, walaupun pake bantuan tali... kaki berasa gemetar gak karuan
Medan tebing yang sangat memacu adrenalin saya |
Medan yang semakin lama semakin menanjak, akhirnya kami pun tiba dipuncak yang pertama. Rasa capek, panas, lelah hilang semuanya ketika melihat pemandangan yang sangat indah.
Rasa
syukur kepada Sang Pencipta tiada henti – hentinya kami ucapkan karena melihat
ciptaan Allah yang Maha Sempurna. Sawah yang memulai menguning dan sebagian
sawah ada yang terlihat masih hijau, langit berwarna biru terang, deretan bukit
barisan yang terlihat menakjubkan menjadi pemandangan yang tak henti – hentinya
kami syukuri.
Keindahan kota Bukittinggi dari Puncak Bukit Karang |
Sayup
– sayup adzan sudah mulai terdengar, waktu sudah menunjukkan 12 siang lewat.
Udah Dzuhur….
Kita balik yuk!!
Suara teriakan anak – anak dari depan terdengar mengajak kami untuk segera kembali pulang. Dengan sebatang tongkat ditangan dari kayu, yang kami dapat dari pinggir- pinggir semak – semak hutan secara bersamaan kami pun meninggalkan hutan dengan hati – hati. Perjalanan yang menurun tidak terlalu menguras tenaga saat mendaki ketika naik tadi.
Suara teriakan anak – anak dari depan terdengar mengajak kami untuk segera kembali pulang. Dengan sebatang tongkat ditangan dari kayu, yang kami dapat dari pinggir- pinggir semak – semak hutan secara bersamaan kami pun meninggalkan hutan dengan hati – hati. Perjalanan yang menurun tidak terlalu menguras tenaga saat mendaki ketika naik tadi.
Walaupun
sempat salah jalan saat kembali pulang, perjalanan pulang ini sangat menjadi "spesial" untuk saya. Adegan jatuh bangunnya banyak saya rasakan ketika pulang ini.
Rintikan hujan yang semakin lama semakin lebat akhirnya kami sampai dibawah dan
berlanjut berjalan untuk berkumpul di sebuah mesjid untuk melaksanakan sholat
ashar dan bersih - bersih.
Dua
angkot biru terlihat berjejer didepan mesjid. Pertanda kami pun harus segera
kembali kepondok.
Ayok anak – anak ( teriak umi )
Kita pulang …
Ayok kita balik pulang….. !
Tap
dekat pintu… tap dekat jendela… tap dibelakang teriak anak- anak
“Tap“ seolah menjadi ritual kata anak – anak untuk menandakan sesuatu milik mereka.
Umi…. Kita pulang lagi mi? Tanya salah seorang anak
Iya atuh kita pulang, nanti kesorean
Setelah
bersalaman dan pamitan, saya dan rombongan menaiki angkot yang telah menunggu dari tadi. Sambil bercerita dan tertawa, masing – masing anak dengan
penuh antusias menceritakan pengalaman mereka saat trekking tadi. Rasa bahagia terlihat
dari wajah dan tawa mereka. Seakan capek dan lelah tidak mereka rasakan.
Umiiii…. Kapan -kapan kita mendaki
singgalang ya mi… ( terdengar teriakan tsabita )
Ayok lah mi…. ayoklah mi…..mendaki
singgalang ya mi… ( sahut anak lainnya dari belakang )
kuatin fisik dulu... sering jalan... kalo udah kuat baru kita mendaki gunung jawaban umi membuat anak - anak semakin bersemangat untuk latihan.
Perjalanan ini bukan sekedar Trekking biasa untuk saya. Dari sini, banyak sekali yang dapat saya rasakan. Perjalanan ini, membuat saya sadar makna dari sebuah perjuangan, Saling tolong menolong dan arti sebuah kebersamaan. Banyak momen yang tidak bisa saya dan anak - anak lupakan. Dan ini, tidak bisa digantikan dengan apapun.
kuatin fisik dulu... sering jalan... kalo udah kuat baru kita mendaki gunung jawaban umi membuat anak - anak semakin bersemangat untuk latihan.
Perjalanan ini bukan sekedar Trekking biasa untuk saya. Dari sini, banyak sekali yang dapat saya rasakan. Perjalanan ini, membuat saya sadar makna dari sebuah perjuangan, Saling tolong menolong dan arti sebuah kebersamaan. Banyak momen yang tidak bisa saya dan anak - anak lupakan. Dan ini, tidak bisa digantikan dengan apapun.
Comments
Post a Comment